DIMANAKAH PERAN STRATEGIS GENERASI MILLENNIAL DALAM PARTISIPASI MEMBANGUN SEKTOR KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA ?
Agenda prioritas pembangunan pemerintah seperti yang tertuang dalam nawacita presiden indonesia salah satunya adalah mewujudkan Indonesia sehat. Strategi pemerintah dalam mewujudkan Indonesia sehat terangkum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Arah Kebijakan pembangunan kesehatan antara lain memfokuskan peningkatan status gizi masyarakat Indonesia.
Dilain pihak, Indonesia tidak terlepas dari kecenderungan populasi
pemuda/pemudi atau yang bisa dibilang genrasi “Millenials”. Seperti negara lain
di Asia, Indonesia sedang mengalami trend peningkatan jumlah kelompok muda
berumur 16-30 tahun. Jumlah populasi lebih dari 230 juta penduduk di tahun
2011, komposisi anak muda di Indonesia
menyita sekitar 37% (62.343.755 juta) dari total populasi. Jumlah besar tersebut bisa punya dua arti bagi
sebuah negara yaitu menjadi tantangan sekaligus
peluang bagi pembangunan. Untuk merespon situasi ini, pemerintah
Indonesia perlu memiliki strategi khusus
dalam mengembangkan potensi dan memaksimalkan
peran anak muda sebagai warga negara.
Selama ini peran dari
remaja dalam kegiatan aksi sosial masih kurang. Hal itu terlihat dari masih kurangnya
partisipasi atau keikutsertaan dari remaja dalam mengikuti kegiatan-kegiatan di
lingkungan baik dalam bentuk kegiatan gotong royong maupun ikut serta dalam
kegiatan promosi keshatan. Keberdayaan
dan kesadaran masyarakat untuk ikut ambil bagian dalam pembangunan sektor
kesehatan masih rendah terutama dari kelompok usia remaja. Pemberdayaan pemuda-pemudi dan pemanfaatan sumber daya masyarakat untuk
merespon isu-isu kesehatan nasional masih belum gencar diupayakan terlebih
melibatkan secara langsung pemuda-pemudi untuk ikut berperan dalam menanggulangi
masalah kesehatan dilingkungan sekitar.
Melihat partisipasi
masyarakat dalam penanggulangan masalah kesehatan berbasis pemberdayaan
masyarakat selama ini hanya sebatas partisipasi oleh kader posyandu yang
sejatinya banyak dilaksanakan oleh golongan tua, itupun partisipasi masyarakat hanya sebatas
pada tingkatan sekedar datang di posyandu atau tempat penyuluhan. Kebijakan
nasional untuk melibatkan remja secara langsung untuk pembangunan kesehatan
khususnya dalam merespon isu-isu kesehatan nasional dan upaya penanggulangan masalah
kesehatan secara simultan sampai saat ini belum ada. Remaja sebagai generasi
penerus bangsa diharapkan bisa berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan penanggulangan
masalah kesehatan berbasis pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan;diberdayakan;memberdayakan;berdaya
merupakan sekumpulan kata yang merujuk
pada makna sebuah rencana humanistik untuk memperbaiki kualitas kehidupan bagi
kebanyakan masyarakat. Masyarakat dalam konsep pemberdayaan memiliki peran
vital dalam melaksanakan upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kepasitas
dalam mengatasi suatu persoalan. Berkaitan dengan pemberdayaan, menurut
sosiolog terkemuka Indonesia Selo Soemardjan menyebutkan bahwa masyarakat
adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayan dan mereka
mempunyai kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikpa dan
perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.
Pemberdayaan
masyarakat ialah proses untuk menumbuhkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi, dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.
Pemberdayaan masyarakat dapat juga diartikan sebagai suatu proses dinamis yang
dimulai darimana masyarakat belajar langsung dari tindakan. Dalam sektor
kesehatan, pemberdayaan masyarakat adalah tema yang penting untuk dikaji
apalagi di era penuh keterbukaan dan demokratisasi menuju terwujudnya
masyarakat madani (Civil Society)
dimana peran masyarakat didorong agar meningkatkan kapasitas dalam mengelola
berbagai persoalan dan solusi.
Sejauh ini solusi yang
pernah dilaksanakan oleh pemerintah dalam sektor kesehatan untuk melibatkan masyarakat masih bersifat
kebijakan yang parsial. Sebagai contoh setiap
acara pembinaan lewat
pertemuan kader posyandu, petugas puskesmas memberikan pengarahan
yang bersifat top-down.
Hal-hal yang disampaikan berupa ide dan pikiran dari pemerintah atau pejabat
birokrat yang kurang memperhatikan
aspek pemberdayaan masyarakat
dengan benar, sehingga ada
kesan masyarakat harus
mengikuti kehendak pemerintah.
Menurut Wijaya (2009), Perencanaan top
down mempunyai kelemahan menempatkan
peran pemerintah lebih besar dan kurang memperhatikan kondisi sosial budaya
serta sumber daya
lokal yang ada
di masyarakat, sehingga
mematikan inisiatif dan kreativitas
masyarakat.
Seharusnya remaja mulai
dilibatkan mulai dari tahap merencanakan kegiatan sampai tahap mengevaluasi
kegiatan. Sebagai contoh cara yang dapat dilakukan untuk melibatkan remaja
dalam kegiatan kesehatan melalui Kader Kesehatan Remaja yang dibentuk sebagai
ujung tombak melakukan kegiatan promosi kesehatan berbasis pemberdayaan
masyarakat. Dalam konteks ini, tidak perlu membuat wadah baru untuk mengoptimalkan
peran remaja. Wadah yang dimanaaftakan yaitu keberadaan karang taruna sehingga
hanya perlu menambahkan dari segi kualitas kegiatan untuk sektor kesehatan.
Perlunya kerjasama dengan
pemerintah merupakan aspek kunci dalam mewujudkan program pemberdayaan remaja
dalam bidang kesehatan. Tidak semata-mata hanya menerapkan perencanaan top-down
yang memiliki kelemahan menempatkan peran pemerintah yang cenderung lebih besar
dalam mengambil kebijakan-kebijakan terkait pemberdayaan masyarakat. Pendekatan
top-down bersumber pada pemerintah, sehingga masyarakat hanya dianggap sebagai
sasaran/objek pembangunan. Sedangkan perencanaan dari bawah (bottom-up) merupakan pendekatan yang
ideal dalam pembangunan yang memperhatikan aspirasi, inisiatif, kreativitas dan
mengakomodasi kondisi sosial budaya setempat. Konsep ini dikenal sebagai pembangunan
dengan pendekatan partisipatif atau pemberdayaan masyarakat. Perencanaan dari
bawah (bottom-up) merupakan
pendekatan pembangunan yang memposisikan masyarakat sebagai subjek pembangunan,
sehingga masyarakat terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, sampai
evaluasi. Namun, dibalik keunggulan dari perencanaan bottom-up ini ada kelemahan yaitu kurangnya tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat
dalam mengidentifikasi masalah, mengenal sumberdaya dan potensi lokal serta
cara pemecahan masalah, sehingga diperlukan perencanaan gabungan
antara top-down dan bottom-up untuk mengotimalkan peran remaja dalam rangka
memacu untuk melaksanakan kegiatan sektor kesehatan berbasis pemebrdayaan
masyarakat.
Masyarakat dan fasilitator masing-masing mempunyai
kelemahan dan kelebihan, mempunyai peran dan wewenang sesuai kemampuan mereka
daalam pemberdayaan masyarakat. Kelemahan
keluarga menjadi tanggungjawab fasilitator untuk
dibina.
Fasilitator/petugas dari
pemerintah mempunyai kelebihan berupa penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam upaya penanggulangan
masalah gizi buruk, tetapi pengetahuan
dan ketrampilan yang dimiliki fasilitator
belum tentu bisa diterapkan dan diterima sepenuhnya di masyarakat. Kelemahan dan
kelebihan antara keluarga atau masyarakat dan fasilitator inilah yang perlu dipadukan
dalam perencanaan kegiatan (bottom up-top down). Proses perencanaan campuran dari
atas dan dari bawah dalam pemberdayaan masyarakat untuk menanggulangi masalah
kesehatan.
Dengan adanya peran
aktif remaja dalam penanggulangan masalah kesehatan diharapkan dapat
menumbuhkan motivasi dan peran serta masyarakat dalam membangun Indonesia dalam
sektor kesehatan sejak dini yang pada gilirannya dapat meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Pelibatan remaja sejak awal kegiatan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan sedikit-demi sedikit akan merubah paradigma
bahwa remaja bukan hanya generasi santai yang identik dengan hura-hura serta
jauh dari kegiatan yang bermanfaat.
(Harfi Gatra Wicaksono)
BalasHapusGenerasi anak muda atau milenial sering mendapat penilaian yang menurut saya negatif ya.. ga boleh dibiarin, saya salah satu dari generasi milenial mau memerangi opini yang terbentuk tersebut!
jenis investasi untuk generasi milenial